Jika teman-teman pernah menggunakan kacamata 3D untuk menonton film dan merasakan seolah-olah apa yang ditampilkan di layar itu adalah nyata dan seperti anda mengalaminya sendiri, maka itu adalah perkenalan awal anda dengan Virtual Reality (Realitas Maya).
Atau jika teman-teman sering memainkan game dengan bantuan kaca mata yang sama maka sebenarnya secara tidak langsung kita telah bersisian dengan Virtual Reality ini meskipun tidak sepenuhnya.
Masalahnya, adakah perbedaan mendasar antara Kaca mata 3D biasa dengan Virtual Reality?.
Arti dari Virtual Reality sendiri adalah sebuah tekhnologi yang membuat pengguna atau user dapat berinteraksi dengan lingkungan yang ada dalam dunia maya yang disimulasikan dengan komputer, sehingga pengguna merasa berada di lingkungan tersebut ( Kresna, G. D. Heirlangga. 2016).
Atau, Virtual Reality (VR) adalah tekhnologi yang dibuat sehingga pengguna dapat berinteraksi dengan suatu lingkungan yang disimulasikan oleh komputer (Computer-simulated environment), (Bahar, 2014).
Tekhnologi ini sebenarnya sudah ada sejak tahun 1962, tapi dalam bentuk yang lebih sederhana. Masa itu sudah dikenal yang namanya Sensorama. Sensorama sendiri digadang-gadang sebagai cikal bakal munculnya VR super canggih saat ini. Sensorama sendiri dibuat oleh seorang Film maker yaitu Morton Heilig dengan tujuan agar film yang dibuatnya dapat ditonton secara lebih nyata dan berbeda dari sensasi-sensasi menonton film seperti biasa pada umumnya.
Lalu setelahnya muncullah berbagai penemuan-penemuan canggih yang akhirnya menjadi tangga bagi kesempurnaan Virtual Reality saat ini. Sebut saja Peta Bioskop Aspen oleh MIT tahun 1977, kemudian kaca mata dan sarung tangan sebagai media yang mengantar pada Virtual Reality pada tahun 80-an oleh Jaron Lanier dan masih banyak lagi.
Jika di masa lalu, tekhnologi serupa VR lebih banyak digunakan untuk dunia hiburan semata, atau kepentingan eksperimen-eksperimen baru, lain halnya di masa sekarang. Seiring dengan kecanggihan tekhnologi di era globalisasi ini maka VR muncul dengan wajah baru dan masuk dalam semua lini profesi dengan tujuan memudahkan segala kegiatan dan menekan angka pengeluaran atas kegiatan tersebut.
Sebut saja di dunia militer, Tentara AS sudah menggunakan tekhnologi ini untuk melakukan simulasi perang. Dengan begitu, tentara-tentara di sana seolah-seolah merasakan atmosfer perang yang sesungguhnya, mental dibangun, dan maksimalimasasi penerapan taktik perang dalam suasana perang yang nyata.
0 Komentar